Peristiwa ini bermula dari tertangkapnya pergerakan lima pesawat AS di wilayah udara Indonesia oleh radar TNI AU. Kelima pesawat asing ini melakukan formasi tempur. Namun belum sempat diidentifikasi, keberadaannya sempat menghilang dari radar.
Manuver itu membuat TNI AU bergerak cepat. Apalagi, pergerakan lima pesawat AS tersebut dianggap mengganggu penerbangan internasional, sebab berdasarkan keluhan dari awak Bouraq Indonesia Airlines dan Mandala Airlines merasa terganggu dengan pergerakan tersebut. Ditambah lagi, penerbangan tersebut tidak dilaporkan melalui ATC terdekat.
Karena dianggap membahayakan, Panglima Komando Sektor Pertahanan Udara Nasional II, Marsekal Muda Teddy Sumarno menerjunkan dua jet tempur F-16 Fighting Falcon guna mengidentifikasi keberadaannya. Kedua pesawat ini diawaki Kapten Pnb Ian Fuadi, Kapten Fajar Adrianto, Kapten Pnb Tony Heryanto, dan Kapten Pnb Satro Utomo.
Tanpa menunggu lama, kedua pesawat ini lepas landas. Selang beberapa jam, mereka disambut bak musuh oleh dua pesawat Hornet milik AS. Kedua Hornet tersebut langsung menebar provokasi terhadap penerbang Indonesia. Selain melancarkan jamming yang kemudian berhasil diantisipasi, mereka ternyata telah membidik F-16 TNI AU.
Keempat penerbang sadar posisi mereka antara hidup dan mati, namun tugas tetaplah tugas. Mereka tetap berusaha mengetahui siapa yang melintasi perbatasan Indonesia.
Ternyata, kelima pesawat yang terdeteksi sebelumnya berasal dari USS Carl Vinson, yakni super-carrier kelas Nimitz yang sedang berlayar dari arah barat ke timur bersama dua fregat dan sebuah kapal perusak Angkatan Laut AS. Kapal ini mengangkut 100 pesawat tempur, 16 pesawat pengintai, dan enam helikopter, diawaki oleh 3.184 kelasi dan perwira, 2.800 pilot, serta 70 personel lainnya.
Ketegangan tak hanya dilakukan kedua Hornet yang diterbangkan dari USS Carl Vinson, mereka juga menerbangkan tiga pesawat serupa, bahkan sudah mengunci kedua pesawat andalan TNI AU tersebut. Meski memiliki kesempatan untuk membalas dengan melepas Sidewinder-nya ke sasaran Hornet.
"Menegangkan sekali. Mereka sudah lock (kunci) pesawat kami, tinggal menembak saja. Itu dapat dilihat pada layar (display) ada tanda bahwa kami sudah di-lock," ujar Kapten Ian bersama Kapten Fajar yang mengawaki F-16 dengan call-sign Falcon 1 di Pangkalan Udara Iswahjudi, Madiun, Sabtu (5/7/2003) lalu.
Berbagai manuver dilakukan penerbang TNI AU agar terlepas dari penguncian. Mulai manuver penghindar seperti hard break ke kiri dan ke kanan, atau zig-zagging yang bisa menyebabkan awaknya terkena efek 9G, atau sembilan kali gravitasi tarikan Bumi. Manuver ini adalah gerakan yang bisa melepaskan diri dari lock peluru kendali.
"Namun, selama itu posisi kami (Falcon 1 maupun Falcon 2) berada pada posisi menguntungkan, bisa pula menembak mereka," tambahnya. Meski begitu, mereka tetap berupaya untuk tidak memprovokasi. Bersambung ke PART2





Tidak ada komentar:
Posting Komentar